A.Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok individu yang secara langsung
atau tidak langsung saling berhubungan
sehingga merupakan sebuah satuan kehidupan yang berkaitan antara
sesamanya dalam sebuah satuan kehidupan yang dimana mempunyai kebudayaan
tersendiri, berbeda dari kebudayaan yang dipunyai oleh masyarakat lain. Sebagai satuan kehidupan, sebuah masyarakat biasanya menempati sebuah wilayah
yang menjadi tempatnya hidup dan lestarinya masyarakat tersebut, karena
warga masyarakat tersebut hidup dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada
dalam wilayah tempat mereka itu hidup untk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup
mereka sebagai manusia. Maka terdapat semacam keterkaitan hubungan antara
sebuah masyarakat dengan wilayah tempat masyarakat itu hidup. sebuah masyarakat
merupakan sebuah struktur yang terdiri atas saling berhubungan peranan-peranan
dan para warga, peranan-peranan tersebut dijalankan sesuai norma-norma yang
berlaku. Saling berhubungan diantara peranan-peranan ini mewujudkan
struktur-struktur peranan yang biasanya terwujud sebagai pranata-pranata. untuk
mewujudkan peranata-peranata itu dalam kehidupan manusia bermasyarakat untuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup sebagai manusia, yang dianggap penting oleh
masyarakat yang bersangkutan. Melalui pranata-pranata yang ada, sebuah
masyarakat dapat tetap lestari dan berkembang. Pranata-pranata yang ada dalam
masyarakat, antara lain, adalah pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata
politik, pranata keagamaan, dsb.
Norma-norma yaitu norma yang mengatur hubungan antara
peranan-peranan, yang berisikan patokan-patokan etika dan moral yang harus
ditaati dan dilakukan oleh para pemegang peranan dalam hubungan antara satu
dengan lainnya dalam kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan. Norma-norma yang
berlaku dalam sebuah masyarakat mengacu pada kebudayaan yang dipunyai oleh
masyarakat tersebut.
B. Kebudayaan
Profesor Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai
wujud yang mencakup antara gagasan atau ide, kelakuan, dan hasil kelakuan.
kebudayaan yang dikemukakan oleh Profesor Koenjaraningrat, lebih lanjut,
dilihatnya dalam persepektif Taksonomik
yaitu kebudayaan dilihat dari unsur-unsur universal adalah masing-masing terdiri
atas unsur yang lebih kecil dan yang lebih kecil lagi, yang dinamakan sebagai trais dan items.
Dalam hal ini kebudayaan dilihat sebagai sebuah satuan yang berdiri terlepas
dari keberadaan pelakunya ataupun terealisasi dari fungsi dalam struktur kehidupan
manusia. Dalam upaya memahami hubungan antara individu, masyarakat, dan
kebudayaan. dan dalam upaya memahami fungsi kebudayaan dalam struktur kehidupan
manusia, definisi profesor koenjaraningrat sebetulnya tidak relevan.
Dengan mangacu pada karya-karya Malinowski (1961, 1944)
mengenai kebutuhan-kebutuhan manusia dan pemenuhannya melalui fungsi dan
pola-pola kebudayaan, dan dengan mengacu pada karya Kluckhohn (1994) yang
melihat kebudayaan sebagai blueprint bagi kehidupan manusia, serta dari Geerts
(1973) yang melihat kebudayaan sebagai sistem-sistem makna, saya melihat
kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia yang secara bersama dimilik
oleh para warga sebuah masyarakat.’ Atau dengan kata lain kebudayaan adalah
sebuah pedoman menyeluruh bagi kehidupan sebuah masyarakat ydan para warganya.
Dalam perspektif ini kebudayaan dilihat sebagai terdiri atas
konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode yang diyakini kebenarannya oleh
warga masyarakat yang menjadi pemiliknya. Kebudayaan dengan demikian merupakan
sistem-sistem acuan yang ada pada berbagai tingkat pengetahuan dan kesadaran,
dan bukan pada tingkat gejala yaitu pada tingkat kelakuan atau hasil kelakuan
sebagaimana didefinisikan oleh Profesor koenjaraningrat. sebagai sistem-sistem
acuan, konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode digunakan secara selektif
sebagai acuan oleh para pemilik kebudayaan dalam menghadapi lingkungannya ,
yaitu digunakan untuk menginterpretasikan dan manfaatka lingkungan bserta
isinya bagi pemenuhan-pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya sebagai manusia. Pemilhan
secara selektif dilakukan secara pertimbangan oleh pelaku mengenai konsep atau
metode atau teori yang mana yang paling cocok atau yang tebaik yang dapat
digunakan sebagai interpretasi sebagai acuan interpretasi mewujudkan
tindakan-tindakan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilihat sebagai
dorongan-dorongan atau motivasi dari dalam diri pelaku bagi pemenuhan kebtuhan maupun sebagai
tanggapan-tanggapan (responses) pelaku atas rangsangan-rangsangan (stimulasi)
yang berasal dari lingkungannya.
Keberadaan kebudayaan dalam kehidupan manusia adalah
fungsional dalam struktur-struktur kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
hidup sebagai manusia. Yaitu sebagai kategori-kategori atau golongan-golongan
yang ada di dalam lingkungannya. Yaitu kategori yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya sebagai manusia. Kebutuhan-kebutuhan hidup
yang harus dipenuhi manusia agar dapat hidup sebagai manusia mencakup tiga
kategori. Ketiga kategori kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara bersama-sama
dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut di integrasi oleh kebutuhan adab, yang
menjadikan pemenuhan kebutuhan hidup tersebut sebagai tindakan-tindakan yang
penuh adab, etika, dan moral. Adapun kebutuhan-kebutuhan hidup manusia adalah
sebagai berikut:
Kebutuhan biologi atau primer (makan, minum, menghirup
oksigen, buang air besar/kecil, istirahat, tidur seksual, dan sebagainya).
Kebutuhan sosial atau sekunder (berkomunikasi dengan sesama,
pendidikan, kontrol sosial, pamer, dan sebagainya).
Kebutuhan adab atau kemanusiaan, yaitu kebutuhan-kebutuhan
yang mengintegrasikan berbagai kebutuhan yang tercakup dalam kebutuhan biologi
dan sosial. Kebutuhan adab atau kemanusiaan ini muncul dan terpancar dari
hakekat manusia sebagai mahluk tuhan yang tertinggi derajatnya, yang mmpunyai
kemampuan berfikir, bermoral, sehingga pemenuhan-pemenuhan kebutuhan hidup
manusia itu bercorak manusiawi bukan hewani.
kebutuhan-kebutuhan adab mencakup:
Kebutuhan untuk dapat membedakan yang benar dari yang salah,
yang adil dari yang tidak adil, yang suci dari yang kotor, yang berpahala dari
yang berdosa.
Kebutuhan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan
sentimen-sentimen perorangan atau kolektif atau kebersamaan.
Kebutuhan untuk menunjukkan jati diri dan keberadaan serta
asal muasalnya, dan kebutuhan untuk mempunyai keyakinan serta kehormatan diri.
Kebutuhan untuk dapat menyampaikan ungkapan-ungkapan
estetika, etika, dan moral.
Kebutuhan rekreasi dan hiburan
Kebutuhan akan rasa aman, tentram, dan adanya keteraturan
dalam kehidupan.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia selalu dilakukan
melalui pranata-pranata (Suparlan 1998, 1986). Setiap pranata yaitu sebuah
sistem antar hubungan norma-norma dan peranan-peranan untuk pemenuhan kebutuhan
yang dianggap penting oleh masyarakat yang bersangkutan, menyajikan seperangkat
pedoman untuk bertindak sesuai dengan corak pranatanya. Kegiatan-kegiatan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan melalui pranata-pranata biasanya terpola dan
berlangsung secara berulang dari waktu kewaktu. Dalam proses-proses tersebut
maka tradisi-tradisi berkenaan dengan sesuatu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
untuk hidup itu menjadi baku.
Kepustakaan
Geertz, C (1973), The Interpretation of Cultures, Newyork:
Basic Book.
Kluckhom, C. (1994). “ Cermin Bagi Manusia” Dalam, Parsudi
Suparlan, Editor, Manusia, kebudayaan, dan lingkungannya (Disadur oleh Parsudi
Suparlan, dari Mirroro for Man Oleh Clyde Kluchon, New York: MacGraw Hill,
1948). Jakarta: Grafindo Persada, Cetakan-2.
Malinowski, B. (1961), Argonauts of the Western Pacific. New
York: Dutton. Paperback.
Malinowski, B. (1994), A Scientific Theory of Culture.
Chappel Hill: Univ Of North Caroline Press.
Suparlan, P. (1998), ‘ Model Sosial Budaya bagi
penyelenggaraan Transmigrasi di Irian
Jaya’, Majalah Antropologi Indonesia, 57, 1998, hal. 23-47.
Suparlan, P. (1986), ‘ Kebudayaan dan Pembangunan’, Media
IKA, Vol. 14, no.11, hal. 106-135. Jurusan Antropologi, U.I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar